thought terkait : Blunder Fatal PSSI Kepengurusan Djohar Arifin Husein
Kepengurusan PSSI di bawah kendali Djohar Arifin Husein
banyak menuai kontroversi melalui tindakan dan kebijakan yang mereka keluarkan.
Tindakan dan kebijakan tersebut yang menyulut munculnya dualisme mulai dari
dualisme kompetisi, dualisme kepengurusan, hingga dualisme Tim Nasional
(TimNas). Dualisme kompetisi memunculkan dua kompetisi liga yaitu Liga Primer
Indonesia (LPI) sebagai liga yang sah dan diakui oleh PSSI, dan Liga Super
Indonesia (LSI) sebagai liga yang dicap ‘ilegal’ karena tidak diakui oleh PSSI
kepengurusan Djohar Arifin Husein. Cukup menarik untuk membahas persaingan
antara ‘liga legal’ dan ‘liga ilegal’ ini.
Melalui Surat Keputusan (SK) Nomor: SKEP/21/JAH/VIII/2011
yang diteken Djohar Arifin pada 22 Agustus 2011, PSSI menunjuk PT. Liga Prima
Indonesia Sportindo (PT.LPIS) untuk menggulirkan kompetisi LPI menggantikan PT.
Liga Indonesia (PT.LI) yang dicabut mandatnya. Menurut beberapa pihak,
keputusan ini terkesan sepihak, mendadak, dan penuh nuansa politik bisnis.
Selanjutnya, PSSI dan PT.LPIS mengeluarkan kebijakan bahwa kompetisi LPI musim
2011-12 akan diikuti oleh 24 klub. Oleh beberapa klub, kebijakan tersebut
dianggap memberatkan baik secara tenaga maupun biaya. Klub-klub yang merasa
keberatan akhirnya memisahkan diri dan memilih untuk melanjutkan kompetisi LSI.
Hal ini membuat kompetisi LPI hanya diikuti oleh 12 klub.
Dari keduabelas klub peserta kompetisi LPI 2011-12 tersebut,
saya menemukan fakta menarik. Jika seluruh kontestan LPI 2011-12 diberi semacam
“label” maka akan ditemukan bahwasannya hanya ada 1 klub yang benar-benar
mengikuti kompetisi tersebut. Sementara 11 klub sisanya adalah klub dengan
“label” tertentu, yang menurut saya kurang sungguh-sungguh untuk berpartisipasi
di kompetisi tersebut. Berikut penjelasannya:
Ada 12 klub kontestan LPI 2011-12. Dari 12 klub tersebut, 3
klub memiliki label “bermasalah”, yaitu Persija LPI, Arema LPI dan PSMS LPI.
Ketiga klub ini juga dikenal dengan istilah “klub kloningan” oleh segelintir
kalangan. Persija, Arema dan PSMS ikut serta di dua kompetisi, LPI dan LSI. Hal
tersebut terjadi dikarenakan adanya dualisme kepengurusan di masing-masing
klub, yang hingga blogpost ini
dipublikasikan, masih belum jelas klub mana yang lebih berhak menyandang nama.
Namun dari sisi dukungan, untuk kasus Persija, tim yang bermain di LPI tidak pernah
mendapat dukungan dari kelompok supporter
mereka, JakMania. Di paruh musim pertama, kelompok supporter Arema yaitu Aremania sempat bingung antara mendukung tim
yang berlaga di LPI atau tim yang berlaga di LSI. Namun kebingungan dalam
memberi dukungan tersebut mulai bergerak ke satu arah di paruh musim kedua,
yang ditandai dengan pindahnya beberapa pemain andalan mereka dari tim LPI ke
tim LSI. Sementara dari kubu PSMS, saya masih belum tahu tim yang mana yang
senantiasa didukung oleh pendukung setia PSMS.
Selanjutnya, ada 3 klub yang berlabel “no way back” yaitu Persema, PSM dan Persibo. Ketiga klub tersebut
pada kompetisi LSI musim 2010-11 memilih untuk cabut ke kompetisi LPI ketika kompetisi sedang berjalan. Tindakan
yang menyebabkan kompetisi LSI musim tersebut hanya diikuti oleh 15 klub. Oleh
pengurus PSSI waktu itu, ketiga klub tersebut dihukum dan harus berjuang di
divisi rendah jika ingin kembali ke LSI. Sehingga ketiga klub ini mau-tidak-mau
harus mengikuti kompetisi LPI musim 2011-12.
Selanjutnya, ada 4 klub yang saya beri label “cari aman”.
Klub-klub dengan label tersebut adalah Semen Padang, Persiraja, Persijap dan
Persiba (Bantul). Keempat klub tersebut seharusnya berkompetisi di LSI, di mana
Semen Padang dan Persijap adalah kontestan tetap musim sebelumnya, dan
Persiraja dan Persiba (Bantul) adalah tim promosi dari Divisi Utama. Namun,
keempat klub ini memilih untuk “cari aman” dengan mengikuti kompetisi yang sah dan
diakui oleh PSSI. Istilah yang lebih halus dari “cari aman”, mungkin adalah
“menghormati kompetisi yang sah”, seperti yang disampaikan oleh manajemen
Persiba (Bantul) di sini.
Setelah kompetisi LPI musim 2011-12 selesai, beberapa klub yang merasa tidak
puas dengan pelaksanaan kompetisi tersebut merencanakan untuk “mudik” ke LSI.
Di antara klub tersebut ada Semen Padang yang sedang melakukan evaluasi, dan
Persijap seperti yang tertulis dalam berita di sini.
Terakhir, ada 1 klub yang saya beri label “aji mumpung”,
yaitu Bontang FC. Sebetulnya, klub ini tidak jauh berbeda dengan klub “cari
aman”, karena sebelumnya mereka turut serta dalam kompetisi LSI. Namun, klub
ini saya sebut “aji mumpung” karena seharusnya mereka terdegradasi ke Divisi
Utama untuk musim 2011-12. Kebijakan PT.LPIS dan PSSI yang mengikutsertakan 24
klub, di mana termasuk diantaranya adalah Bontang FC, merupakan peluang bagi klub tersebut untuk kembali
berada di kasta kompetisi tertinggi. Mereka lebih memilih ikut kompetisi LPI di
level tertinggi daripada tetap di LSI tapi harus bermain di Divisi Utama.
Dari 12 klub peserta LPI 2011-12, jika dikurangi 11 klub
berlabel di atas, hanya menyisakan 1 klub yang benar-benar, sungguh-sungguh,
dan “murni” LPI, yaitu Persebaya 1927.
Correct me if I’m
wrong, Persebaya 1927 yang berlaga di LPI ini berbeda dengan Persebaya yang
ikut kompetisi Divisi Utama PT.LI, sehingga Persebaya 1927 tidak termasuk klub dengan
label “bermasalah”. Klub ini adalah klub yang baru berdiri ketika LPI
menggulirkan musim pertama di tahun 2011. Klub yang senantiasa didukung oleh Bonek ini tidak memiliki kepentingan
dengan PT.LI, dengan LSI, dan dengan pengurus PSSI sebelumnya. Ketika klub-klub
lama LPI yang dulu pernah kita dengar seperti Bandung F.C., Tangerang Wolves,
Cendrawasih Papua, Real Mataram, dll. hilang entah kemana, Persebaya 1927 tetap
mantap berdiri dan melanjutkan kiprahnya di kompetisi LPI 2011-12. Inilah
satu-satunya klub yang “LPI banget”.
*Mohon maaf sebesar-besarnya jika isi dari blogpost ini menyinggung pihak-pihak
tertentu
No comments:
Post a Comment