Wednesday, June 15, 2011

Football dan Soccer

Di Indonesia, olah raga tendang-menendang bola umumnya dikenal dengan sebutan “sepak bola”. Di luar negeri, cabang olah raga ini mayoritas disebut “football”, namun ada beberapa negara yang menyebutnya dengan sebutan “soccer”. Blogpost saya kali ini akan menjelaskan mengapa ada dikotomi dalam penyebutan cabang olah raga yang paling digemari oleh masyarakat dunia ini.

Pertama-tama, mari kita bahas istilah “football”. Jika ditarik rentang sejarahnya, “football” adalah sebutan bagi permainan yang dimainkan oleh para petani pada zaman pertengahan di Eropa, khususnya di wilayah Inggris. Istilah “football” merupakan gabungan dari kata “foot” dan “ball”. Pada saat itu, istilah tersebut merujuk pada permainan bola yang dimainkan dengan cara berlari menggunakan kaki atau dalam Bahasa Inggrisnya “on foot”. Istilah tersebut digunakan sebagai bentuk “balasan” dari para petani untuk permainan-permainan lain yang dimainkan oleh kaum aristokrat, yang umumnya dimainkan dengan menunggang kuda (horse-riding). Menurut istilah tersebut “foot” ditekankan pada “anggota tubuh yang digunakan/digerakkan ketika membawa (carrying) bola”. Permainan “football” pada masa itu melarang pemain untuk menendang bola.

Sekitar tahun 1825-26, seorang penulis Inggris bernama William Hone mengutip perkataan seorang komentator sosial bernama Sir Frederick Morton Eden untuk mendeskripsikan “football” yang dimainkan oleh sekelompok petani di daerah Scone, Perthshire. Dalam kutipannya, “football” dideskripsikan sebagai berikut:
“Pemain yang mendapatkan bola, memegang bola tersebut di tangannya, lalu dibawa lari sampai bola tersebut direbut oleh pemain dari kubu lawan. Jika si pemain yang membawa bola bisa melewati hadangan dari pemain lawan yang berusaha merebut bola tersebut dari tangannya, pemain tersebut terus berlari. Jika tidak, si pemain bisa melempar bolanya, kecuali jika bola tersebut direbut oleh pemain dari pihak lawan, namun tidak ada yang diperbolehkan untuk menendang bola.”
Itulah cikal-bakal dari “football”, yang kemudian menarik perhatian para pemuda, khususnya di kalangan mahasiswa. Para mahasiswa di Inggris sering bermain “football” untuk mengisi waktu luang. Hingga pada suatu waktu, para mahasiswa tersebut menyadari perlunya aturan-aturan dasar untuk membuat permainan ini semakin menarik. Beberapa universitas di Inggris memiliki aturannya masing-masing. Di antara aturan-aturan tersebut, yang paling terkenal adalah aturan Cambridge Rules yang disepakati oleh beberapa perwakilan universitas dari Eton, Harrow, Rugby, Winchester dan Shrewsbury pada tahun 1848. Cambridge Rules inilah yang menjadi cikal bakal permainan rugby yang kita kenal sekarang. Permainan “football” a la Cambridge Rules pada saat itu sudah menyebar ke beberapa negara lain termasuk Amerika Serikat.

Football yang merujuk pada permainan sepak bola yang kita kenal sekarang, muncul pada tahun 1863, tepatnya ketika Football Association (FA) terbentuk melalui pertemuan yang diadakan di Freemason’s Tavern di Great Queen Street, Inggris, dengan melibatkan beberapa perwakilan dari dari beberapa klub “football”. Pada pertemuan pertama, hanya perwakilan dari Charterhouse yang hadir. Pada pertemuan tersebut, diajukan peraturan-peraturan baru untuk “football” yang diantaranya melarang pemain membawa bola dengan tangan dan larangan terhadap pemain untuk menjegal pemain lawan yang sedang menggiring bola. Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, beberapa perwakilan yang akhirnya hadir menolak peresmian peraturan baru tersebut. Hingga pada akhirnya di pertemuan terakhir, disetujui 13 buah peraturan baru yang mendasari peraturan-peraturan umum dan menjadi cikal bakal permainan sepak bola yang kita kenal sekarang. Untuk menandingi FA dengan football-nya, beberapa perwakilan yang sebelumnya menolak peraturan yang disetujui oleh FA membentuk Rugby Football Union pada tahun 1871, yang mengadopsi aturan tradisional “football”. Sejak saat itu, di Inggris, istilah yang merujuk pada permainan “football” mulai dikenal dengan sebutan Rugby.


Sementara itu, istilah “soccer” mulai lahir ketika football dan rugby sudah sering dimainkan di wilayah Britania Raya. Pada saat itu, football atau sepak bola yang kita kenal sekarang direpresentasikan dengan sebutan association football, yang berasal dari sejarah berdirinya FA. Sementara Rugby Football Union mulai mempopulerkan “football” dengan sebutan rugby. Istilah “soccer” sendiri pertama kali digunakan oleh mahasiswa Oxford University bernama Charles Wreford-Brown, sekitar tahun 1890-an ketika seorang temannya bertanya pada dia, “Are you a rugger?”. Karena Wreford-Brown adalah pemain sepak bola (association football), ia menjawab, “No, I’m soccer.” “Soccer” di sini adalah abreviasi khas Oxford untuk menyingkat association football. Mulai saat itulah “soccer” dikenal luas di Britania Raya untuk menyebut association football atau sepak bola yang kita kenal sekarang, meskipun pada kenyataannya istilah football masih lebih sering digunakan. Jika sekarang kita mencari penjelasan tentang sepak bola di situs wikipedia berbahasa Inggris dengan keyword ‘soccer’, maka secara otomatis kita akan diarahkan pada artikel berjudul “association football”.



Sejak tahun 1890-an hingga tahun 1970-an, masyarakat di negara-negara Britania Raya masih sering menggunakan istilah “soccer” untuk menyebut permainan sepak bola. Ketika North American Football Association (NAFA) membawa sepak bola ke Amerika Serikat sekitar tahun 1970-an, istilah “soccer” menjadi populer di kalangan masyarakat di negara-negara Amerika Utara. Hal tersebut juga dikarenakan di Amerika Serikat, permainan “American Football” sudah lebih sering dimainkan dan lebih terkenal dibanding sepak bola. Demi menjaga asal-usul istilah football, masyarakat Britania Raya mulai meninggalkan istilah “soccer” dan lebih sering menggunakan istilah football.



Yang terjadi setelah itu adalah persaingan antara dua permainan dan dua imperium. Sepak bola atau association football atau football atau soccer berkembang di seluruh dunia sementara American Football jangkauannya tidak seluas itu. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan imperium Britania Raya sangat gencar menyebarkan nilainya sementara Amerika Serikat tidak. Jika sepak bola atau association football atau soccer banyak dimainkan di banyak negara mulai dari negara sebesar China PR hingga negara sekecil Trinidad-Tobago, American Football hanya dimainkan di beberapa negara dan hanya populer di Amerika Serikat saja.

Sekarang, dari 45 negara anggota FIFA yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi atau bahasa utamanya, hanya Amerika Serikat dan Kanada saja yang menggunakan kata “soccer” dalam penamaan asosiasi sepak bola-nya. Sementara 43 sisanya menggunakan football dalam nama asosiasi sepak bola-nya. Bahkan di tahun 2005, asosiasi sepak boola Australia yang sebelumnya menggunakan kata soccer, mengubah nama asosiasinya dengan kata football demi mengikuti penggunaan terminologi secara internasional. Hal ini juga diikuti oleh New Zealand di tahun 2006.



Jadi intinya, football dan soccer jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, sama-sama bermakna ‘sepak bola’. Yang membedakannya adalah penggunaannya saja. Jika football yang berasal dari Inggris penggunaannya lebih umum dan lebih banyak digunakan, soccer hanya umum digunakan di Amerika Serikat dan Kanada, meskipun ada beberapa negara seperti Jepang, Australia (julukan bagi tim nasional Australia masih ‘socceroos’), Afrika Selatan, yang mempergunakan soccer untuk merujuk pada sepak bola.

Mengapa Amerika Serikat lebih memilih menggunakan soccer? Menurut saya adalah karena ‘keangkuhan’ mereka yang ingin dipandang berbeda daripada yang lain, serta kebanggaan mereka terhadap olah raga ‘tradisional’ mereka yaitu American Football. Padahal secara logika, ball yang digunakan dalam American Football sama sekali tidak berbentuk ball (bola).



Sumber:
Irpani, Edy. 2010. 1001 Fenomena Sepak bola. Bandung: Penerbit Oase Media.
Kuper, Simon dan Stefan Szymanski. 2010. Soccernomics. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wahyudi, Hari. 2009. The Land of the Hooligans. Kisah Para Perusuh Sepak Bola. Yogyakarta: Garasi.

http://en.wikipedia.org/wiki/American_football
http://en.wikipedia.org/wiki/Association_football
http://en.wiktionary.org/wiki/football
http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_American_football

Friday, June 10, 2011

Hubungan Internasional 1.01

*Blogpost ini ditulis setelah secara tidak sengaja saya menemukan catatan lama ketika saya masih mahasiswa baru.. berarti udah hampir 5 tahun.. (-_-“)

Mengapa kita harus mempelajari Hubungan Internasional (HI)? Well, kita lihat aja fakta bahwa seluruh populasi dunia yang hidup dalam negara-negara mandiri yang secara keseluruhan –bersama-sama—membentuk suatu sistem negara yang sifatnya global.

HI muncul karena adanya interaksi antar-individu, di mana salah satu bentuk interaksi yang paling mengemuka adalah konflik, dan konflik yang dibungkus dengan nuansa anarkis pada akhirnya berujung pada pecahnya perang. So, cikal bakal HI adalah mempelajari perang. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul berkisar pada: Kenapa perang bisa pecah? Bagaimana cara menyelesaikannya? Dan sebagainya. Dari sinilah muncul sejarah diplomasi.


Dalam perjanjian Versailles tahun 1919, tercetus ide tentang perdamaian dan gagasan untuk meniadakan perang. Untuk itu perlu ada penelitian-penelitian yang berkaitan dengan HI. Salah satu tokoh HI, yaitu Woodrow Wilson, mengusulkan untuk mendirikan jurusan HI, yang pada akhirnya mulai dilembagakan dalam jurusan International Politics yang merupakan jurusan HI pertama di dunia yang berada di University of Wales, kota Aberyswyth, Inggris. Waktu itu yang jadi ketua jurusan pertama adalah Alfred Zimmern.

HI sebagai suatu studi berbeda dengan HI sebagai fenomena sosial. Sebagai studi, HI dibicarakan atau dikuliahkan di dalam kelas, sedangkan sebagai fenomena sosial, HI dibicarakan di dunia nyata yang efeknya bisa dirasakan secara langsung (contoh: kebijakan moneter IMF terhadap Indonesia) maupun tidak langsung (contoh: akulturasi budaya Barat dalam masyarakat Indonesia) oleh masyarakat. Tapi HI sebagai fenomena sosial juga bisa dibicarakan di dalam kelas. Perbedaan antara HI sebagai studi dan sebagai fenomena sosial dikemukakan oleh Chris Brown (not the singer, obviously…), seorang tokoh HI asal Inggris. Cara membedakannya adalah dari cara penulisannya. Frase HI sebagai studi menggunakan huruf kapital di awal masing-masing katanya (Hubungan Internasional/International Relations), sementara sebagai fenomena sosial ditulis dengan huruf kecil (hubungan internasional/international relations).


HI merupakan sintesis (gabungan) dari berbagai ilmu yang sifatnya konvergen. HI disebut sebagai a bundle of knowledge, dan tidak murni mempelajari politik saja. Permasalahan yang muncul dalam pendefinisian HI, baik sebagai studi maupun fenomena sosial, adalah tidak adanya kesepakatan antar para penstudi HI tentang definisi yang ajeg dari HI itu sendiri. Pendapat yang muncul sangat beragam dan seringkali bertentangan satu sama lain.

Hal lain yang menjadi polemik adalah bahwa HI belum bisa dikatakan sebagai sebuah ilmu. Itu karena HI belum sepenuhnya memenuhi syarat keilmuan, yaitu:
  • Secara ontologis, HI belum mempunyai obyek kajian yang jelas, apakah individu, organisasi, negara, dan lain sebagainya.
  • Secara epistemologis, HI belum memiliki metode yang jelas untuk dipergunakan, apakah metode scientific atau spekulatif.
  • Secara aksiologis, manfaat HI yang cikal bakalnya adalah mempelajari perang dan mencari solusi serta cara penghentiannya, belum bisa dirasakan sampai sekarang.(Hey,, Palestina sama Israel belum kelar-kelar tuh perangnya..)

Ilmu yang merupakan ilmu asal HI ada tiga, yaitu:
  • Sejarah diplomasi, dimana kajiannya dari traktat-traktat, perjanjian, catatan, dokumen negara dari pemimipin-pemimpin negara maupun dari diplomat, khususnya pada saat terjadinya perang.
  • Hukum, muncul secara konvensional misalnya dalam praktik antar-negara seperti pada praktik pengiriman utusan diplomasi atau pertukaran konsul. Selain itu juga terdapat pengkodifikasian (pembukuan) tentang perang dan damai.
  • Filsafat,,,, (yang ini berat untuk dijelaskan secara singkat)
Sementara yang menjadi core subject dalam HI antara lain: sejarah diplomasi, hukum internasional, organisasi internasional, politik luar negeri, politik internasional, dan ekonomi politik internasional.

Dalam mempelajari HI, kita perlu mengetahui isu-isu, yang sifatnya global, seperti: lingkungan, migrasi internasional, gender dan seksualitas, kedaulatan negara, pasar finansial global, konflik kebudayaan: Islam vs Barat, regionalisme dan integrasi, Hak Asasi Manusia, dan lain-lain. Singkatnya, isu HI tuh isu yang menjadi topik yang kita lihat di media-media, khususnya di segmen ‘internasional’, atau yang ada kata-kata ‘internasional’nya.

HI berperan dalam kemampuan globalisasi ekonomi dan perkembangan tantangan lain untuk mempengaruhi tingkat kedaulatan suatu negara. Apakah suatu negara akan terpuruk, atau malah berhasil beradaptasi, secara tradisi teoritisi HI akan mencoba mengevaluasi segala kemungkinan yang dapat terjadi dalam konteks interaksi tatanan negara di dunia internasional.


Sekian dulu penjelasan singkat yang bisa saya paparkan dalam HI 1.01 ini. Lebih lnjut, kalian bisa membaca textbook-textbook HI dengan berbagai macam jenisnya mulai dari buku teori, buku substansi, jurnal, dan lain-lain yang jumlahnya banyak banget.

Class dismissed..!