Thursday, October 28, 2010

Indonesia Raya – Refleksi Semangat Sumpah Pemuda

Hari ini, 82 tahun yang lalu, para pemuda Indonesia menyuarakan Sumpah Pemuda, sebagai bentuk nasionalisme dan dukungan penuh terhadap perjuangan Bangsa Indonesia melawan penjajah. Meskipun Bangsa Indonesia sudah melewati masa-masa penjajahan sejak memproklamasikan kemerdekaannya, tak ada alasan bagi para pemuda di masa sekarang untuk tetap melanjutkan perjuangan. Caranya memang bukan melalui perjuangan fisik seperti di masa kolonial dulu, tapi melalui penunjukkan sikap dan tindakan yang menjunjung tinggi nasionalisme serta rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri, sehingga terhindar dari arus budaya luar.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 lalu tidak hanya Sumpah Pemuda yang lahir. Di hari bersejarah tersebut, untuk pertama kalinya juga lagu Indonesia Raya dikumandangkan oleh komponis Wage Rudolf Supratman di hadapan peserta Kongres Pemuda. Lagu tersebut pada akhirnya dinobatkan sebagai lagu kebangsaan Republik Indonesia ketika mereka keluar dari penjajahan Belanda.

Bagi warga negara, lagu kebangsaan merupakan representasi jiwa nasionalisme dan patriotisme. Dari alunan nada-nadanya, tersimpan rasa cinta dan loyalitas terhadap negara. Namun perasaan-perasaan tersebut bergantung pada bagaimana masing-masing individu menyikapi lagu kebangsaan negaranya. Dibutuhkan momen-momen khusus bagi setiap orang untuk bisa merasakan semangat nasionalisme dan patriotisme yang begitu tinggi ketika lagu kebangsaannya dikumandangkan. Untuk sekedar berbagi sedikit pengalaman, saya akan bercerita tentang bagaimana momen tersebut saya rasakan.

Ketika masih duduk di bangku sekolah, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, setiap Senin pagi kita diwajibkan untuk mengikuti upacara bendera. Salah satu prosesi wajib dari upacara bendera adalah pengibaran Bendera Merah Putih dengan diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Berarti selama mengenyam pendidikan di sekolah, sudah lebih dari seratus kali saya ikut ambil bagian dalam prosesi tersebut. Namun jujur saja, selama lebih dari seratus kali mengikuti upacara bendera, saya tidak pernah merasakan semangat nasionalisme dan patriotisme ketika mendengar lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Ada dua alasan saya, yang pertama adalah karena prosesi tersebut dilakukan secara terus-menerus setiap hari Senin di sekolah sehingga lama-kelamaan saya menjadi jenuh dan pada akhirnya menganggap upacara bendera –beserta segala bentuk prosesinya, sebagai bagian dari rutinitas, bukan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memupuk jiwa nasionalisme dan patriotisme.

Alasan kedua adalah karena saya –beserta teman-teman saya yang lain, melakukan upacara bendera atas dasar kewajiban yang ditekankan oleh pihak sekolah, bukan karena kerelaan saya sendiri untuk mengikuti dan menjalani seluruh prosesi dalam upacara bendera. Setiap Senin pagi, kita diwajibkan mengikuti upacara bendera dengan ancaman hukuman atau sanksi jika kita tidak mengikutinya. Sehingga jiwa nasionalisme dan patriotisme kita akan hilang dengan sendirinya, jika tidak ingin dikatakan berada di bawah tekanan pihak sekolah.

Lalu, dimana saya mengalami momen khusus yang membuat semangat nasionalisme dan patriotisme saya tergugah tatkala mendengarkan lagu Indonesia Raya dikumandangkan?. Meskipun mungkin terdengar aneh, namun jawabannya adalah: di stadion sepak bola.

Momen tersebut datang terutama ketika saya datang ke stadion untuk menonton pertandingan Tim Nasional Indonesia dalam berbagai ajang sepak bola internasional. Sebelum pertandingan dilaksanakan, protokol pertandingan sepak bola resmi antar-negara mengharuskan panitia pelaksana untuk mengumandangkan lagu kebangsaan kedua negara, dimana lagu tim tamu dikumandangkan duluan sebagai bentuk rasa hormat dan ucapan selamat datang dari tim tuan rumah. Lalu kemudian, lagu kebangsaan tim tuan rumah dikumandangkan.

Setiap kali saya mendengar lagu Indonesia Raya berkumandang di stadion, tiba-tiba saja rasa cinta tanah air dan kesetiaan terhadap Indonesia menyeruak dari dalam jiwa. Ya, itulah momen dimana saya merasakan semangat nasionalisme dan patriotisme saya muncul ketika mendengar serta menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Alasannya?

Yang pertama adalah karena lagu Indonesia Raya dikumandangkan sebelum kita “berjuang” memberikan dukungan sepenuhnya kepada tim Merah Putih yang akan bertanding. Dalam sepak bola, tim nasional merupakan representasi mikro dari seluruh bangsa dan negara. Jadi wajar saja jika beberapa penggila bola menganggap pertandingan sepak bola yang melibatkan tim nasionalnya sebagai “perang” dengan tim lawan dari negara lain. Itu artinya saya mendengar dan menyanyikan Indonesia Raya dengan sukarela sebagai bentuk “perjuangan” dalam bentuk dukungan kepada tim nasional.

Alasan kedua berawal dari keyakinan saya bahwa orang-orang di sekitar saya –di tribun stadion, juga merasakan hal yang sama seperti yang saya utarakan di alasan pertama. Ketika lagu Indonesia Raya siap dikumandangkan, sontak seluruh penonton di seluruh penjuru stadion berdiri dan menyanyikannya secara bersamaan. Riuh rendah suara ribuan orang yang menggema ketika menyanyikan Indonesia Raya membuat saya merinding, tersentuh jiwa nasionalisme dan patriotisme-nya. Bahkan tak jarang saya melihat penonton lain sampai menitikkan air mata, yang muncul dari rasa haru dan bangga terhadap bangsa Indonesia –yang direpresentasikan oleh tim nasional.

Pengalaman yang saya rasakan ketika rasa cinta terhadap bangsa bercampur dengan semangat membela tanah air Indonesia, muncul begitu lagu Indonesia Raya dikumandangkan di stadion sebelum mendukung tim nasional Indonesia bertanding. Dan kalau boleh jujur, tidak ada momen lain yang bisa menandingi momen tersebut. Perasaan yang saya rasakan begitu nyata, dan saya yakin orang lain yang pernah mengalaminya juga merasakan perasaan yang sama.

Bagi kalian yang belum pernah merasakan perasaan cinta dan bangga terhadap Tanah Air dan jiwa patriotik yang begitu mendalam terhadap Republik Indonesia, ada baiknya kalian datang ke stadion ketika tim nasional Indonesia bertanding dan rasakan sendiri. Ketika kalian bernyanyi…

Indonesia, Tanah Airku
Tanah Tumpah Darahku
Di Sanalah Aku Berdiri
Jadi Pandu Ibuku

Indonesia, Kebanggaanku
Bangsa Dan Tanah Airku
Marilah Kita Berseru
Indonesia Bersatu

Hiduplah Tanahku, Hiduplah Negeriku
Bangsaku, Rakyatku, Semuanya

Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Raganya
Untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya, Merdeka! Merdeka!
Tanahku, Negeriku Yang Kucinta
Indonesia Raya, Merdeka! Merdeka!
Hiduplah Indonesia Raya

Indonesia Raya, Merdeka! Merdeka!
Tanahku, Negeriku Yang Kucinta
Indonesia Raya, Merdeka! Merdeka!
Hiduplah Indonesia Raya,,,,,

In-Do-Ne-Sia!! (tepuk 5x)

*Selamat Hari Sumpah Pemuda, wahai pemuda-pemudi Indonesia!!

Saturday, October 2, 2010

Utak-Atik, Kocar-Kacir, Ketar-Ketir: Cerita Komentator Liga Indonesia


Kehadiran komentator dalam sebuah siaran langsung pertandingan sepak bola di televisi merupakan salah satu komponen penting dalam menciptakan atmosfer pertandingan supaya enak untuk ditonton. Sungguh membosankan apabila kita menonton siaran langsung sepak bola tanpa ocehan sang komentator. Karena selain bertugas untuk menghadirkan suasana seru pertandingan, komentator juga bisa memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan pertandingan.

Setiap liga, atau lebih umumnya setiap negara yang menyajikan siaran langsung sepak bola, memiliki komentator dengan ciri khasnya masing-masing. Contohnya seperti di Liga Inggris, dimana terdapat banyak komentator yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai data statistik dan sejarah yang berhubungan dengan suatu klub, pemain, pelatih, dan berbagai hal. Di Liga Argentina, ciri khas komentator adalah teriakan “goooooooool!” yang panjang setiap kali sebuah tim mencetak gol, tanpa peduli tim mana yang melakukannya. Bagaimana dengan komentator di Liga Indonesia?

Untuk memberikan penjelasan lebih jauh, saya akan menjabarkan beberapa ciri umum dari komentator-komentator di Liga Indonesia:


1. Hiperbolis-lebay

Komentator Liga Indonesia suka melebih-lebihkan hal-hal yang bagi orang awam biasa saja. Terkadang komentar yang diberikan bertolak belakang dengan kejadian yang terjadi di lapangan, saking lebay-nya. Salah satu yang sering terdengar adalah sebutan istilah ‘Big Match’ dan ‘Super Big Match’. Sebutan ‘Super Big Match’ merujuk pada setiap pertandingan yang melibatkan tim besar (Persib Bandung, Persija Jakarta, PSM Makassar, Persipura Jayapura, dll.), meskipun lawannya hanyalah tim kecil (Persitara Jakarta Utara, Persijap Jepara, Bontang FC, dll.). Sementara sebutan ‘Big Match’ merujuk pada pertandingan yang tidak melibatkan tim besar. Contoh ciri hiperbolis-lebay dari komentator Liga Indonesia antara lain:
  • Sayang sekali tembakan Boaz hanya melenceng tipis dari gawang Fauzal Mubarok, bung..” *padahal faktanya bola melenceng sekitar 4 meter keluar gawang.
  • Tendangan yang sangat manis dilakukan oleh Bambang untuk menyamakan kedudukan…..” *padahal faktanya cuma placing pelan yang relatif mudah untuk dipraktekkan.

2. Hiperbolis-exaggerated comparing

Beberapa kali kita mendengar komentator Liga Indonesia membanding-bandingkan pemain lokal kita dengan pemain bintang luar negeri. Padahal nyatanya perbedaan antara pemain lokal dengan pemain bintang internasional jelas-jelas berbeda jauh, mulai dari kualitas teknik sampai segi fisik (termasuk tampang). Contoh:

  • ini dia Elie Aiboy, bung.. Thierry Henry-nya Indonesia..."
  • “anda lihat tadi bung,, tekel yang dilakukan oleh Charis sekilas mirip seperti yang biasa dilakukan oleh Gattuso dari AC Milan..” *padahal faktanya yang ditekel bukan bolanya, tapi orangnya.
  • “jika Perancis memiliki Fabien Barthez, Indonesia memiliki Hendro Kartiko, bung..”
  • “bola dioper ke MamanRio (Ferdinand-red)’ Abdurrahman…”


3. Hiperbolis-puitis

Mungkin sebelum jadi komentator, mereka pernah menuntut ilmu di jurusan Sastra Indonesia. Contoh:

  • “kita lihat bagaimana Dian Agus terbang bagaikan elang untuk mencengkeram bola tendangan bebas Eka…”
  • “Budi Sudarsono meliuk-liuk bagaikan ular phyton untuk menyerbu pertahanan anak-anak Arema..”
  • “keberadaan Abanda Hermann dilihat bagai sebuah tembok besar yang menghalangi anak-anak Mahesa Jenar untuk menerobos pertahanan Macan Kemayoran.”
4. Menyebutkan nama pemain selengkap-lengkapnya

Jika kita mendengar komentator luar negeri, biasanya mereka hanya menyebutkan nama belakang si pemain, atau nama yang tertera di punggung sang pemain atau mungkin nama panggilannya saja. Namun di Liga Indonesia, sering terdengar si komentator menyebutkan nama lengkap si pemain. Contoh:


  • “bola dikuasai oleh Ismed Sofyan,, oper kepada Leonard Tupamahu,, pindah ke sisi kiri ada Leo Saputra,, ke depan ada Robertino Pugliara,, bermaksud menembak langsung ke gawang Ferry Rotinsulu, namun masih bisa dihalau oleh Cristian Warobay..”
  • “ke sisi kiri ada John Tarkpor Sonkaliey,, kita lihat John Tarkpor Sonkaliey, melewati hadangan Djayusman Effendi,, John Tarkpor Sonkaliey.. John Tarkpor Sonkaliey melepaskan tembakan..! dan Joooooooooooooooooohnhn Tarkpor Sonkalieeeeeeey.. gagal menambah pundi-pundi golnya musim ini..”
  • "Penetrasi dari Cristian ‘El Loco’ Gonzales gagal dimaksimalkan oleh Airlangga Sucipto,,,”


5. Kata ulang berubah bunyi/bentuk

Tidak terlalu sering, memang, tapi juga tidak jarang kita mendengar komentator Liga Indonesia menggunakan kata ulang berubah bunyi/bentuk, contohnya seperti:
  • “Harianto, utak-atik dia…”
  • “Serangan sporadis anak-anak Maung Bandung membuat pertahanan Lamongan menjadi kocar-kacir
  • “luar biasa memang seorang Zah Rahan, bung.. sendirian dia mengobrak-abrik lini belakang Arema..”
  • “Serangan balik yang dilancarkan Sriwijaya FC kerapkali membuat pertahanan Persebaya ketar-ketir, bung..”


6. Penonton wanita

Jika kebetulan kamera menyorot penonton wanita, yang biasanya adalah gadis cantik, di tribun stadion, para komentator Liga Indonesia biasanya akan menanggapi ‘kemunculan’ si cewek di layar kaca dengan komentar-komentarnya. Bahkan kadangkala dibahas hingga cukup panjang. Contoh:
  • [*kamera menangkap gambar wanita cantik dalam pertandingan Persib Bandung melawan PSPS Pekanbaru] “kita lihat bung,, mojang Bandung ini,, masih terus semangat memberikan dukungannya kepada anak asuh Jaya Hartono,,” [komentator kedua menanggapi] “memang sekarang ini semakin banyak kaum hawa yang datang ke stadion untuk menonton pertandingan sepak bola, bung.. menandakan bahwa sepak bola tidak mengenal batasan gender.. seperti yang ditunjukkan oleh mojang yang satu tadi..”


7. Komentar-komentar konyol

Beberapa kali keluar dari para komentator, komentar-komentar yang hampir tidak ada hubungannya dengan pertandingan. Mungkin si komentator bermaksud untuk melucu, atau mungkin dia ingin memberi informasi khusus yang hanya dia yang tahu kepada para pemirsa, atau mungkin juga untuk alasan lain (yang tidak jelas). Contoh:
  • “yak Ponaryo Astaman, bung.. pemain yang gemar makan nasi rawon..
  • "gol dari Cucu Hidayat ini tentunya akan membuat senang sang nenek, bung..”
  • “tendangan Syamsul tadi bisa-bisa membahayakan penerbangan domestik, bung..”
  • “setelah ‘menjebol’ gawang sang istri,, kali ini Eka berhasil menjebol gawang Persik Kediri,,!"
  • “I Komang Putra,, menggunakan inisial namanya di kostum, bung: IKP.. [ditanggapi oleh komentator kedua] “mungkin IKP juga kepanjangan dari Ikatan Kiper Peteran, bung.. mengingat usia I Komang Putra sudah memasuki usia senja..”
  • “Ferry terlihat out-of-form pada pertandingan kali ini,,” [ditanggapi oleh komentator kedua] “mungkin dia sedang nervous, bung.. karena menurut kabar yang beredar, dalam waktu dekat ia akan melamar pujaan hatinya..”
  • Dan masih banyak lagi….


Ciri yang saya jabarkan di atas mungkin terlihat konyol dan absurd, tetapi jujur saja, hal-hal tersebut ternyata membawa keceriaan tersendiri bagi saya ketika menonton pertandingan Liga Indonesia. Sering saya dibuat tertawa ketika mendengar komentar-komentar yang hiperbolis atau yang konyol. Namun saya tidak menganggap ciri khas komentator Indonesia tersebut sebagai hal yang buruk. MAJU TERUS (komentator) LIGA INDONESIA!!

:)