Thursday, June 14, 2012

Olah Raga dan Hubungan Internasional

Thought terkait: Hubungan Internasional 1.01


Ada pepatah latin yang berbunyi “Homo homini lupus” yang berarti “manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.” Pepatah tersebut mendeskripsikan sifat dasar manusia yang selalu ingin menguasai sesuatu, yang salah satu caranya adalah dengan mengalahkan pihak lawan. Olah raga muncul sebagai suatu alat bagi manusia untuk mengejawantahkan sifat agresifnya tersebut dalam bentuk positif. Pada dasarnya, olah raga merupakan sebuah aktivitas dalam bentuk permainan dengan segenap peraturan yang harus dipatuhi oleh pesertanya. Aturan-aturan tersebut ditetapkan agar tidak terjadi kompetisi negatif yang keluar dari batas-batas sportifitas. Konflik yang berujung pada kekerasan merupakan contoh dari kompetisi negatif tersebut.

sumber: (http://studyabroad.universiablogs.net)

Terdapat tiga unsur yang membuat olah raga mampu menarik banyak perhatian. Unsur atletis, membawa nilai-nilai jasmani, di mana kebugaran dan kesehatan merupakan hal yang didambakan oleh manusia dalam kehidupan. Melalui aktivitas olah raga yang dilakukan secara teratur, tubuh akan mampu mencapai kondisi sehat dan bugar. Unsur estetis, membawa nilai-nilai keindahan yang dimunculkan melalui setiap gerakan yang mengawali suatu kejadian yang terjadi di dunia olah raga. Dalam beberapa cabang olah raga, unsur ini diutamakan dalam menentukan pemenang. Yang terakhir, unsur kompetitif, yang membawa nilai-nilai persaingan secara positif. Artinya, persaingan yang muncul harus menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan keadilan dalam batas-batas sportifitas.

Tahap perkembangan olah raga

Dalam perkembangannya, olah raga telah melewati tiga tahapan. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pada awalnya, olah raga merupakan sebuah aktivitas. Orang-orang zaman dahulu melakukan olah raga sekedar sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luang. Ketiga unsur olah raga (atletis, estetis, kompetitif) memainkan peranan penting dalam tahap perkembangan olah raga dari aktivitas ke tahap selanjutnya. Persaingan yang muncul dalam olah raga yang melibatkan banyak orang, memicu rasa keterlibatan kelompok atau sense of belonging dari tiap-tiap orang yang berpartisipasi. Hal tersebut membuat orang-orang yang terlibat dalam kegiatan olah raga semakin sadar akan in-group dan out-group-nya. Orang-orang tersebut lalu semakin terpacu untuk terjun ke arena olah raga dengan membawa satu hal yang memotivasi mereka untuk memenangkan kompetisi, yakni identitas. Semangat kelompok yang diusung oleh peserta pertandingan olah raga mencakup lingkup yang bervariasi mulai dari lokal, nasional, sampai internasional. Melalui identitas yang muncul dari semangat kelompok tersebut, akan ada sesuatu yang bisa dibanggakan, terutama ketika semangat tersebut berujung pada kemenangan.

Emmanuel Pacquiao
sumber: (http://pinoysgottalent.com)
Pada tahap berikutnya, ketika identitas sudah begitu kuat mengakar dalam persaingan, ditambah dengan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, maka muncul sinergi antara olah raga dengan media yang bersifat mutualisme. Media memiliki sesuatu untuk diberitakan dan dipublikasikan, dan melalui media, popularitas olah raga, termasuk orang-orang yang terlibat di dalamnya menjadi semakin meningkat. Dengan meningkatnya popularitas olah raga, maka dengan sendirinya olah raga memunculkan kapasitas dan kapabilitas politik. Hal tersebut memungkinkan olah raga untuk dijadikan sebagai kendaraan politik bagi pihak tertentu demi mencapai kepentingannya. Ketika hal tersebut terjadi, olah raga telah memasuki tahap sebagai komoditas.

Di tahap komoditas, olah raga tidak hanya bisa dijadikan sebagai alat politik. Secara ekonomis, olah raga juga bisa mendatangkan keuntungan material. Dalam konteks profesionalisme, atlet olah raga sudah dipandang sebagai sebuah profesi yang mampu menjadi sumber penghasilan bagi pelakunya. Sedangkan dalam konteks bisnis, kemeriahan yang muncul dari kejadian-kejadian yang terjadi di dunia olah raga bisa menjadi komoditas yang mampu mendatangkan keuntungan. Ada banyak faktor produksi yang bisa diperjualbelikan dari kemeriahan tersebut.

Tahap perkembangan olah raga dari aktivitas, kemudian menjadi identitas, lalu komoditas, diikuti oleh aspek-aspek yang mempengaruhi terjadinya tahap perkembangan tersebut. Aspek-aspek yang muncul dalam tahap identitas dan komoditas sarat akan nuansa politik, ekonomi, sosial, budaya, ideologi, bahkan agama. Maka timbul kompleksitas ketika olah raga berkaitan denga aspek-aspek tersebut. Kejadian-kejadian yang terjadi di dunia olah raga seringkali dikomodifikasi dengan aspek-aspek tersebut oleh media, dengan cakupan isu yang beragam. Ketika cakupan isu yang dimaksud berada dalam tingkat analisis negara, maka muncul karakteristik Hubungan Internasional yang bisa dikaji.

Olah raga sebagai ‘alat’ dalam melakukan hubungan internasional

Fokus dari studi Hubungan Internasional adalah interaksi yang dilakukan oleh aktor-aktor internasional, baik state maupun non-state, yang melewati batas-batas wilayah kenegaraan. Interaksi yang dimaksud bisa bersifat konfliktual atau kooperatif. Yang sifatnya konfliktual berkonotasi dengan perang dan kekerasan, meskipun tidak selamanya muncul kejadian demikian. Konflik bisa berarti ketegangan atau tensi tinggi antara dua belah pihak atau lebih. Sementara yang sifatnya kooperatif pada umumnya ditunjukkan melalui hubungan diplomatik yang harmonis. Kerjasama-kerjasama bilateral atau multilateral dilandasi oleh hubungan tersebut. Konflik dan kerjasama yang dimaksud, terbentuk atas beberapa aspek, di antaranya politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, dan lain sebagainya.

When the political leaders watch the UEFA Final together
sumber: (http://www.noortjevaneekelen.nl/)
Konflik muncul atas dasar persaingan akan sesuatu, sementara kerjasama muncul atas dasar kesamapahaman akan sesuatu. Konflik dan kerjasama bisa muncul dalam suatu bentuk interaksi yang memiliki unsur persaingan dan kesamapahaman. Salah satu bentuk interaksi yang mengandung kedua unsur tersebut adalah interaksi di dunia olah raga.

Dalam suatu pertandingan olah raga level antar-negara, para atlet yang bertanding sudah dianggap sebagai duta negara yang diwakilinya. Ajang kompetisi olah raga internasional seperti Olimpiade atau Piala Dunia sepak bola bisa dipandang sebagai arena bertarung antar negara-negara yang berpartisipasi, bukan lagi hanya sekedar pertandingan antara atlet di lapangan. Tidak jarang suatu pertandingan olah raga antar-negara dibumbui dengan ketegangan antara kedua negara di luar ranah olah raga, sehingga tensi pertandingan ikut memanas.

Pada tingkat analisis negara, olah raga bisa dimanfaatkan oleh negara sebagai ‘alat’ untuk tujuan sebagai berikut:
Diplomasi Pingpong
sumber: (http://www.bydewey.com/)
  1. Alat Diplomasi
    Hubungan diplomatik yang dilancarkan oleh suatu negara dengan negara lain tidak selalu berupa interaksi formal yang dilakukan oleh perwakilan resmi negara-negara tersebut (dikenal dengan istilah first track diplomacy). Diplomasi juga bisa dilakukan melalui jalur lain, yang salah satunya adalah melalui olah raga. Sebagai sebuah bahasa universal, olah raga mampu menjadi suatu katalis bagi perubahan yang terjadi dalam sistem internasional. Hubungan kurang harmonis yang muncul antara negara-negara yang bersitegang mampu diminimalisir oleh olah raga.
    Sebagai contoh, Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat China (RRC) pada tahun 1971 membentuk hubungan diplomatik yang dikenal dengan sebutan ‘Diplomasi Pingpong’. Pada saat itu, AS sedang berkonflik dengan Uni Soviet dalam Perang Dingin.  RRC merupakan salah satu negara yang memiliki kedekatan politik dengan Uni Soviet. ‘Diplomasi Pingpong’ digunakan oleh AS dan RRC sebagai simbol hubungan diplomatik antara kedua negara terlepas dari political standing masing-masing. Dalam ‘Diplomasi Pingpong’, AS mengirimkan tim pingpong ke RRC untuk bertanding dengan tim pingpong RRC. Sebagai balasannya, beberapa bulan kemudian RRC mengirimkan tim bola basket ke AS. Salah satu output dari ‘Diplomasi Pingpong’ ini adalah dicabutnya embargo perdagangan AS dengan RRC yang sudah berlangsung selama 20 tahun.


  2. Alat untuk memperbaiki atau meningkatkan reputasi
    Ada beberapa negara di dunia yang secara politik, sosial atau ekonomi berada dalam kondisi terbelakang. Melalui olah raga, negara-negara tersebut bisa memperbaiki reputasinya di mata masyarakat internasional. Caranya adalah dengan meraih prestasi tinggi di ajang olah raga internasional. ‘Tradisi Emas’ olimpiade cabang bulu tangkis sempat beberapa kali meningkatkan reputasi Indonesia di mata internasional. Cara lain adalah dengan kesuksesan menggelar ajang olah raga internasional. Hal ini pernah dilakukan oleh Afrika Selatan ketika pada tahun 1995 negara tersebut sukses mengadakan Piala Dunia Rugbi. Reputasi Afrika Selatan sebagai negara pelaku politik apartheid terkikis selepas pergelaran tersebut. Dengan reputasi yang semakin baik atau semakin meningkat, masyarakat di negara tersebut akan memiliki kebanggaan tersendiri, sehingga rasa nasionalisme warga negara di negara tersebut juga turut meningkat.

  3. Alat simbolisasi pengakuan internasional
    IOC
    sumber: (http://www.sailing.org/)
    Salah satu cara bagi negara yang baru berdiri atau baru merdeka untuk mendapatkan pengakuan dunia internasional adalah dengan mendapatkan keanggotaan di suatu organisasi internasional regional atau internasional. Namun, ketika keanggotaan dala organisasi internasional tersebut masih pending, beberapa negara memilih untuk bergabung ke organisasi olah raga seperti International Olympic Committee (IOC) atau induk organisasi suatu cabang olah raga tertentu. Dengan bergabung ke organisasi olah raga atau organisasi induk suatu cabang olah raga internasional, negara tersebut bisa disebut sudah mendapatkan pengakuan internasional. Hal ini dilakukan oleh Timor Leste saat ini. Selama menunggu keanggotaan tetap dari Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN), mereka sudah terlebih dahulu bergabung ke Federasi Sepak bola ASEAN (AFF).

  4. Alat untuk menunjukkan sikap terhadap perilaku yang dianggap berseberangan dalam sistem internasional
    Untuk menghindari pecahnya peperangan, beberapa negara lebih memilih untuk memboikot keikutsertaan mereka dalam ajang olah raga internasional. Aksi tersebut dilakukan karena negara tersebut memiliki pandangan yang berbeda terhadap salah satu peserta atau penyelenggara ajang olah raga internasional yang dimaksud. Aksi ini pernah dilakukan oleh AS yang membatalkan keikutsertaan mereka di Olimpiade Moskow 1980, sebagai imbas dari adanya Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet ketika itu. Alasan lain AS untuk memboikot ajang olimpiade saat itu adalah karena Uni Soviet menginvasi Afghanistan. Pada penyelenggaraan olimpiade berikutnya di Los Angeles tahun 1984, Uni Soviet balas memboikot keikutsertaan mereka.
     
sumber: (http://www.nutmegradio.com/)
Olah raga tidak hanya menjadi ‘alat’ dalam melakukan hubungan internasional. Dalam penelitian Hubungan Internasional, olah raga bisa menjadi suatu ‘wadah’ bagi isu-isu dan permasalahan-permasalahan yang ada dalam studi Hubungan Internasional. Hal ini perlu dilandasi dengan anggapan bahwa olah raga merupakan suatu fenomena yang memiliki karakteristik Hubungan Internasional. Anggapan tersebut ditimbulkan oleh kompleksitas yang muncul pada kejadian-kejadian di dunia olah raga, yang memiliki unsur lintas batas wilayah kenegaraan. Kejadian-kejadian yang dimaksud pun tentu berhubungan dengan aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Ketika olah raga sudah bisa dipandang sebagai suatu fenomena Hubungan Internasional yang kompleks, si peneliti bisa mengambil kasus-kasus yang terjadi di dunia olah raga untuk disesuaikan dengan tema dan bidang kaji yang akan diteliti.

Mantan Presiden AS “Jimmy” Carter pernah mengatakan, 
Sport.. is the most peripheral and most publicized form of international relations.” 
Studi Hubungan Internasional kontemporer tidak akan bisa lepas dari dunia olah raga. Dengan publikasi yang semakin gencar, olah raga bukan lagi hanya sekedar ajang bertanding antar atlet, tetapi juga sebagai ajang aktualisasi dan adu gengsi antar negara dalam bentuk yang lebih damai.

Referensi:
Allison, Lincoln. The Global Politics of Sport. The Role of Global Institutions in Sport. London: Routledge, 2005.

Bairner, Alan. Sport, Nationalism, and Globalization. European and North American Perspectives. New York: State University of New York Press, 2001.

Cocanour, Spencer C.. Sports: A Tool For International Relations. Research Report: Maxwell Air Force Base, Alabama. April 2007.

3 comments:

  1. skripsi nya tentang sepakbola ya?
    tentang apa?
    saya juga lagi bikin skripsi tentang sepakbola Inggris nih :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya,, tentang praktik transfer pemain asing di Liga Super Indonesia melalui kajian migrasi internasional..

      bulan lalu baru kelar sidang..

      Delete
  2. Ingin mendapatkan penghasilan tambahan dengan bermain game ?
    Min. Deposit Rp.20.000 & Withdraw Rp. 20.000,-
    WhatsApp : +6282367147024 (24 Jam)
    Link : kupon4d. biz
    SPESIAL PROMO Kupon4d
    1. BONUS Rollingan Casino 1%
    2. BONUS Rollingan Slot 0.3%
    3. BONUS DEPOSIT 10%
    4. BONUS CASHBACK Up to 20%
    SEGERA BERGABUNG BERSAMA Kupon4d RASAKAN SENSASI NYA DAN RAIH JAKPOT NYA ..

    ReplyDelete