Berbicara tentang Brazil, topik pembicaraan tidak akan jauh dari pantai-karnaval Rio, wanita-wa

nita seksi berbikini, dan sepak bola. Khusus untuk topik terakhir, negara yang terletak di benua Amerika Selatan ini adalah jagonya. Sepak bola di Brazil sudah bukan hanya sekedar cabang olah raga, namun sudah menjadi kultur yang melekat dalam diri masyarakatnya, seperti yang diceritakan oleh Alex Bellos dalam bukunya yang berjudul
Futebol: The Brazilian Way of Life. Dari situlah datangnya prestasi Brazil menjadi negara paling sukses di ajang Piala Dunia. Tidak pernah absen dalam 20 penyelenggaraan dari 1930 sampai 2014 dengan menggenggam 5 gelar juara, adalah buktinya.
Fakta di atas membuat Brazil memiliki sumber daya sepak bola yang melimpah. Hampir setiap bocah laki-laki di Brazil memainkan olah raga ini, baik di jalan-jalan sempit
favela (pe

mukiman kumuh) atau di lapangan hijau. Hal tersebut membuat Brazil mampu mencetak pemain-pemain bertalenta tinggi dengan gaya permainan khas
jogo bonito (permainan indah). Penyebaran pemain Brazil di berbagai negara di dunia menempatkan Brazil sebagai negara ke-2 terbanyak dalam hal ekspor pemain sepak bola di bawah Argentina. Dari gemerlapnya Liga Primer Inggris hingga karut marutnya Liga Super Indonesia, kita bisa melihat aksi pemain Brazil di dalamnya. Berbicara tentang pemain sepak bola Brazil, ada fakta unik yang muncul dan sudah menjadi tradisi tersendiri. Tradisi tersebut terkait dengan nama mereka.
Tidak sedikit pemain asal Brazil yang lebih kita kenal dengan nama panggilan atau
nickname-nya. Di ba

lik penggunaan
nickname tersebut, banyak terdapat cerita unik mulai dari yang
simple, sarkastis, insidental, hingga historik. Yang
simple contohny

a adalah dengan menyambungkan kata
–inho di belakang nama asli si pemain, di mana “
inho” sendiri berarti “kecil”.
Robson de Souza terkenal dengan panggilan
Robinho, yang berarti “Robson kecil”, begitu juga dengan
Ronaldo de Assis Moreira yang lebih dikenal sebagai
Ronaldinho (Ronaldo kecil).
Mengapa banyak pemain Brazil yang lebih memilih menggunakan nama panggilan daripada nam

a aslinya

? Jawaban paling umum adalah karena nama asli mereka kerap dirasa terlalu panjang. Mereka memilih nama panggilan yang lebih pendek dan mudah diingat seperti
Ricardo Izecson Santos Leite sebagai
Kaká,
Valdir Pereira sebagai
Didi,
Edvaldo Izidio Neto sebagai
Vava,
Lenardo de Deus Santos sebagai
Dede dan
Nelson de Jesus Silva sebagai
Dida.
Bagi sebagian pecinta bola, nama
Edson Arantes do Nascimento terdengar kurang familiar. Padahal s

i empunya nama adalah legenda hidup, tidak hanya bagi sepak bola Brazil, tetapi juga bagi dunia sepak bola secara keseluruhan. Ia merupakan pemain termuda yang pernah mencetak gol di partai final Piala Dunia, di mana ia pernah menjuarai ajang tersebut sebanyak 3 kali. Sepanjang karirnya, ia telah membukukan lebih dari 1000 gol baik di level klub maupun tim nasional. Dialah legenda yang mempopulerkan nomor punggung 10 sebagai nomor punggung yang dikhususkan bagi pemain-pemain bertalenta tinggi dalam sebuah tim sepak bola. Ketika kecil, ayah Edson yang juga pemain sepak bola, sering mengajak Edson menonton dirinya bertanding. Ketika itu, ayah Edson bermain bersama seorang penjaga gawang bernama panggilan Bilé. Ketika menonton, Edson kecil kerap berteriak “Bilé!” ketika si kiper melakukan penyelamatan. Orang-orang di sekitar Edson kecil salah mendengar teriakan tersebut sebagai “Pelé!”. Maka dipakailah sebutan yang sebetulnya berasal dari salah dengar itu sebagai nama panggilan sang legenda,
Pelé.
Manoel dos Santos, pemain kelahiran Pau Grande, Brazil, juga merupakan legenda tim
seleção yang memiliki cerita unik di balik nama panggilannya. Postur Manoel yang pendek-kurus dengan kaki yang lebih panjang sebelah dan kulit cokelat gelap, dilihat oleh kakaknya mirip dengan spesies burung khas Pau Grande. Nama burung tersebut yang akhirnya identik dengan pemain hebat yang mendunia di Piala Dunia 1962 dengan sebutan
Garrincha.
Carlos Caetano Bledorn Verri, kapten Brazil ketika menjuarai Piala Dunia 1994, diberi julukan unik ol

eh pamannya dengan merujuk pada tokoh kurcaci Dopey dari film
Snow White and the Seven Dwarfs, yang di Brazil disebut
Dunga. Sementara
Marcos Andre Batista Santos, memakai
nickname berdasarkan gabungan dari ejekan teman-temannya semasa sekolah. Kulitnya yang hitam dan permainannya yan

g “kejam” terhadap pemain belakang lawan membuatnya dijuluki
Capeta (Iblis). Namun ketika dalam sebuah pertandingan si Iblis harus kehilangan dua gigi depannya akibat bertabrakan dengan pemain lawan, julukannya berubah menjadi
Vampiro (Vampir). Ketika ia terjun ke dunia sepak bola profesional, di mana ia turut menjadi bagian dari tim juara Piala Dunia 2002, ia menggabungkan julukan
Vampiro dan
Capeta dan menggunakan nama
Vampeta. Ada juga
Edinaldo Batista Libanio, yang diberi julukan berdasarkan bentuk kakinya yang ramping seperti pensil, sehingga ia lebih dikenal sebagai
Grafite. Sementara karena bentuk tubuhnya yang kekar dan besar,
Givanildo Vieira de Souza dijuluki dan menggunakan panggilan
Hulk.
Beberapa pemain terkenal Brazil menggunakan unsur asal-usulnya dalam nama panggilannya.
Alexandre Rodrigues Silva yang berasal dari daerah Pato Branco, dikenal denga

n nama
Alexandre Pato. Adapun
Antonio Augusto Ribeiro Reis Junior, pemain kelahiran

wilayah Pernambuco yang terkenal dengan eksekusi tendangan bebasnya yang mematikan, dikenal dengan
nickname Juninho Pernambucano. Sementara
Osvaldo Giroldo Junior yang berasal dari daerah Paulista, dikenal dengan panggilan
Juninho Paulista. Ada juga
Alexandro Silva de Sousa, pemain kelahiran Ceará, terkenal dengan nama
Dudu Cearense.
Lebih unik lagi, ada beberapa pemain semenjana Brazil yang menggunakan nama bin

atang sebagai
nickname-nya seperti
Pavao (burung merak),
Claudio Pitbull,
Edson Cegonha (burung bangau),
Eduardo Ratinho (tikus kecil),
Aranha (laba-laba) hingga
Paulo Henrique Ganso (bebek soang). Ada juga yang menggunakan nama benda seperti
Valdir Papel (kertas),
Viola (biola), hingga
Balao (balon). Yang lebih lucu lagi, nama makanan juga dijadikan sebagai
nickname oleh
Ademir Sopa (sup),
Eduardo Arroz (nasi), dan
Triguinho (tepung terigu-kecil).
Itulah Brazil, banyak tradisi dan sejarah unik yang menaungi sepak bola di negera bekas jajahan bangsa Portugis ini. Selain permainan cantik dan talenta-talenta berbakatnya, keunikan nama pemain juga menjadi ciri khas sepak bola Brazil.
Nickname yang digunakan oleh pemain-pemain Brazil kini menjadi “nama panggung” mereka di dunia sepak bola.
Pemain-pemain Indonesia juga sebetulnya bisa menggunakan nama panggilan sebaga

i “nama pan

ggung” mereka. Almarhum
Abdul Kadir bisa saja menggunakan nama panggilan
Kancil ketika dulu ia bermain. Mungkin
Bepe (
Bambang Pamungkas),
Boci (
Boaz Solossa),
Keceng (
Arif Suyono),
Kacung (
Taufik Kasrun),
Popon (
Ponaryo Astaman),
Sajojo (
Ortizan Solossa),
Vava (
Nova Arianto),
Jepang (
Agus Indra Kurniawan), atau
Kurus (
Kurniawan Dwi Yulianto) berminat? Yang pasti, penulis sudah sering menggunakan “sistem” tersebut >>
Ajay (
Pramuaji) :D
Ciao!