Salah satu keunikan yang terdapat dalam persepakbolaan di negeri kita adalah fakta bahwa sebagian besar klub peserta Liga Indonesia memiliki nama yang diawali huruf “P”. Selain diawali oleh huruf “P”, nama-nama klub tersebut juga sebagian besar berupa singkatan atau akronim. Susunan singkatan atau akronim nama klub sepak bola di Indonesia juga unik. Untuk klub yang namanya singkatan, hampir semuanya berawalan “PS”, dan sebagian besar setelah “PS” dilanjutkan oleh “I”. Sementara untuk klub yang namanya akronim, hampir semuanya berawalan “Pers”, dan sebagian besar setelah “Pers” dilanjutkan lagi oleh “i”. Apa sih “PS”, “PSI”, “Pers”, dan “Persi” itu?
“PS” dan “Pers” merupakan kependekan dari “Persatuan Sepak bola”, sementara “I”nya adalah kependekan dari “Indonesia”. Beberapa klub ada yang mencantumkan singkatan atau akronim “Indonesia”, namun ada juga yang tidak. Setelah “PS”, “PSI”, “Pers”, atau “Persi”, singkatan atau akronim selanjutnya adalah kependekan dari nama kota, daerah atau kabupaten dimana klub tersebut berdomisili. Contohnya seperti PERSIJA (Persatuan Sepak bola Indonesia Jakarta), PSIS (Persatuan Sepak bola Indonesia Semarang). Yang tidak mencantumkan “Indonesia” seperti PERSELA (Persatuan Sepak bola Lamongan), PSDS (Persatuan Sepak bola Deli Serdang), dan sebagainya.
Penamaan seperti ini kadang membuat bingung orang awam yang jarang mengikuti perkembangan sepak bola Indonesia, karena nama-namanya hanya berbeda beberapa huruf, seperti:
* PERSIB, PERSIK, PERSIS
* PSIS, PSIM, PSIR
* PERSIGO, PERSIBO, PERSIBOM
* Bahkan nama PERSIBA digunakan oleh 2 klub, satu dari Bantul, dan satu lagi dari Balikpapan
Tanpa mengurangi rasa hormat, menurut saya penamaan seperti di atas terdengar ‘primitif’ dan ‘tidak kreatif’. ‘Primitif’ karena terdengar kaku, ‘tidak kreatif’ karena ternyata banyak klub yang menggunakan sistem penamaan yang sama. Edy Irpani dalam bukunya 1001 Fenomena Sepak Bola, bahkan menulis anekdot dari penamaan tersebut dengan memberi nama-nama parodi seperti PERSETAN KALIAN (Persatuan Sepak bola Tanjung Karang dan Liwa Selatan), PERSELINGKUHAN (Persatuan Sepak bola Lingkup Asahan), atau PERSENAN DUIT (Persatuan Sepak bola Ragunan dan Duren Sawit).
Memang ada beberapa klub yang tidak ‘mengikuti trend’, tapi jumlahnya sangat sedikit. Musim ini di Djarum Indonesia Super League (DISL) sebagai kasta tertinggi kompetisi liga sepak bola Indonesia, hanya ada Arema Indonesia, Deltras Sidoarjo, Semen Padang, dan Sriwijaya FC saja yang namanya tidak diawali oleh “P”. sejak digulirkan tahun 2008, panitia penyelenggara DISL telah menyerukan profesionalisme dari klub peserta, yang salah satu parameternya adalah kemandirian finansial. Hal ini mengharuskan klub peserta harus bisa menghilangkan ketergantungan kepada APBD dan mencari dana sendiri. Klub perlu mencari investor swasta yang mau menjadi sponsor dan bisa mendanai anggaran klub selama mengarungi kompetisi, selain dari pendapatan eksternal lainnya. Namun bagaimana investor mau tertarik berinvestasi jika nama klub yang ingin diajak kerjasama terdengar ‘primitif’ dan ‘tidak kreatif’? satu lagi pendapat saya, bahwa penamaan yang dimaksud juga ‘tidak menjual’.
Bahkan kalau mau lebih jauh lagi, sistem penamaan “P” ini juga bisa menjadi alasan bagi klub untuk menarik dana APBD dari PemDa. Karena nama-nama tersebut seolah-olah menyebutkan bahwa klub sepak bola masih lekat dan berada di bawah naungan PemDa. Sehingga klub akan merasa, dengan nama seperti itu, mereka sah-sah saja meminta dana APBD.
Mungkin ada baiknya klub-klub sepak bola Indonesia mengganti namanya dengan nama yang lebih kreatif dan catchy. Dengan mengacu pada julukan klub saja, nama klub tersebut bisa terdengar lebih keren. Misalnya, PERSIB dengan julukan Maung Bandung, diganti namanya menjadi Bandung Lions, atau PERSIPURA dengan julukan Mutiara Hitam, berubah menjadi Jayapura Black Pearls. Lanjut lagi, PERSIJA menjadi Jakarta Tigers, PERSITA menjadi Cisadane Warriors, PERSIK menjadi Kediri White Tigers. Tapi kalau terus mengacu pada julukan klub, akan ada klub yang namanya jadi lucu, seperti misalnya PERSIKOTA dengan julukan Bayi Ajaib menjadi Tangerang Magic Babies [ :)) ] atau PSMS dengan julukan Ayam Kinantan menjadi Medan Kinantan Chickens (macam nama restoran fast food :p).
Tidak perlu mengacu pada julukan, bisa juga memilih nama lain sesuai ciri khas klub atau daerah asal klub tersebut. Atau jika terbentuk kesepakatan dengan pihak investor, nama klub ditambah dengan nama produk perusahaan tersebut, seperti pada klub basket di IBL macam Garuda Flexi Bandung, atau dulu Satria Muda Britama. Beberapa klub luar negeri juga ada yang menggunakan sistem merger name ini, seperti Red Bull Salzburg atau New York Red Bull.
Klub-klub bola basket, base ball dan American Football di Amerika Serikat hanya menambahkan kata benda plural setelah nama kota asal klub tersebut, seperti Houston Rockets, New York Knicks, New England Patriots, Seattle Mariners, Los Angeles Dodgers, dan sebagainya. Bahkan ada yang hanya ‘me-noun-kan’ tahun berdirinya klub tersebut, sepeti Philadelphia Seventy-sixers. Sistem seperti ini terbukti enak didengar, catchy, menjual, dan kreatif. Mungkin bisa menjadi acuan bagi klub sepak bola Indonesia yang ingin menanggalkan nama “P”nya.
Namun tentunya tidak semudah itu untuk mengganti nama klub. Nama yang sudah ada sekarang memiliki muatan sejarah panjang, yang juga, bagi beberapa klub, dibarengi dengan prestasi. Perlu adanya konsolidasi dari berbagai pihak mulai dari pengurus, perwakilan fans, para sesepuh klub, bahkan pemain dan pelatih, sebelum mengganti nama klub. Pro dan kontra mungkin saja muncul jika ada rencana penggantian nama klub. Namun yang perlu ditonjolkan adalah sisi positifnya, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Seandainya,, *’seandainya’ loh.. suatu saat nanti, komentator Liga Indonesia membuka siaran langsung seperti ini:
“Kembali lagi dalam SUPER BIGMATCH Djarum Indonesia Super League,, langsung dari Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan,, duel klasik antara JAKARTA TIGERS melawan BANDUNG LIONS,,”
‘kan keren tuh..! iya ga?? hehehehehe..
Maju Terus Sepak Bola Indonesia!!!
:D
“PS” dan “Pers” merupakan kependekan dari “Persatuan Sepak bola”, sementara “I”nya adalah kependekan dari “Indonesia”. Beberapa klub ada yang mencantumkan singkatan atau akronim “Indonesia”, namun ada juga yang tidak. Setelah “PS”, “PSI”, “Pers”, atau “Persi”, singkatan atau akronim selanjutnya adalah kependekan dari nama kota, daerah atau kabupaten dimana klub tersebut berdomisili. Contohnya seperti PERSIJA (Persatuan Sepak bola Indonesia Jakarta), PSIS (Persatuan Sepak bola Indonesia Semarang). Yang tidak mencantumkan “Indonesia” seperti PERSELA (Persatuan Sepak bola Lamongan), PSDS (Persatuan Sepak bola Deli Serdang), dan sebagainya.
Penamaan seperti ini kadang membuat bingung orang awam yang jarang mengikuti perkembangan sepak bola Indonesia, karena nama-namanya hanya berbeda beberapa huruf, seperti:
* PERSIB, PERSIK, PERSIS
* PSIS, PSIM, PSIR
* PERSIGO, PERSIBO, PERSIBOM
* Bahkan nama PERSIBA digunakan oleh 2 klub, satu dari Bantul, dan satu lagi dari Balikpapan
Tanpa mengurangi rasa hormat, menurut saya penamaan seperti di atas terdengar ‘primitif’ dan ‘tidak kreatif’. ‘Primitif’ karena terdengar kaku, ‘tidak kreatif’ karena ternyata banyak klub yang menggunakan sistem penamaan yang sama. Edy Irpani dalam bukunya 1001 Fenomena Sepak Bola, bahkan menulis anekdot dari penamaan tersebut dengan memberi nama-nama parodi seperti PERSETAN KALIAN (Persatuan Sepak bola Tanjung Karang dan Liwa Selatan), PERSELINGKUHAN (Persatuan Sepak bola Lingkup Asahan), atau PERSENAN DUIT (Persatuan Sepak bola Ragunan dan Duren Sawit).
Memang ada beberapa klub yang tidak ‘mengikuti trend’, tapi jumlahnya sangat sedikit. Musim ini di Djarum Indonesia Super League (DISL) sebagai kasta tertinggi kompetisi liga sepak bola Indonesia, hanya ada Arema Indonesia, Deltras Sidoarjo, Semen Padang, dan Sriwijaya FC saja yang namanya tidak diawali oleh “P”. sejak digulirkan tahun 2008, panitia penyelenggara DISL telah menyerukan profesionalisme dari klub peserta, yang salah satu parameternya adalah kemandirian finansial. Hal ini mengharuskan klub peserta harus bisa menghilangkan ketergantungan kepada APBD dan mencari dana sendiri. Klub perlu mencari investor swasta yang mau menjadi sponsor dan bisa mendanai anggaran klub selama mengarungi kompetisi, selain dari pendapatan eksternal lainnya. Namun bagaimana investor mau tertarik berinvestasi jika nama klub yang ingin diajak kerjasama terdengar ‘primitif’ dan ‘tidak kreatif’? satu lagi pendapat saya, bahwa penamaan yang dimaksud juga ‘tidak menjual’.
Bahkan kalau mau lebih jauh lagi, sistem penamaan “P” ini juga bisa menjadi alasan bagi klub untuk menarik dana APBD dari PemDa. Karena nama-nama tersebut seolah-olah menyebutkan bahwa klub sepak bola masih lekat dan berada di bawah naungan PemDa. Sehingga klub akan merasa, dengan nama seperti itu, mereka sah-sah saja meminta dana APBD.
Mungkin ada baiknya klub-klub sepak bola Indonesia mengganti namanya dengan nama yang lebih kreatif dan catchy. Dengan mengacu pada julukan klub saja, nama klub tersebut bisa terdengar lebih keren. Misalnya, PERSIB dengan julukan Maung Bandung, diganti namanya menjadi Bandung Lions, atau PERSIPURA dengan julukan Mutiara Hitam, berubah menjadi Jayapura Black Pearls. Lanjut lagi, PERSIJA menjadi Jakarta Tigers, PERSITA menjadi Cisadane Warriors, PERSIK menjadi Kediri White Tigers. Tapi kalau terus mengacu pada julukan klub, akan ada klub yang namanya jadi lucu, seperti misalnya PERSIKOTA dengan julukan Bayi Ajaib menjadi Tangerang Magic Babies [ :)) ] atau PSMS dengan julukan Ayam Kinantan menjadi Medan Kinantan Chickens (macam nama restoran fast food :p).
Tidak perlu mengacu pada julukan, bisa juga memilih nama lain sesuai ciri khas klub atau daerah asal klub tersebut. Atau jika terbentuk kesepakatan dengan pihak investor, nama klub ditambah dengan nama produk perusahaan tersebut, seperti pada klub basket di IBL macam Garuda Flexi Bandung, atau dulu Satria Muda Britama. Beberapa klub luar negeri juga ada yang menggunakan sistem merger name ini, seperti Red Bull Salzburg atau New York Red Bull.
Klub-klub bola basket, base ball dan American Football di Amerika Serikat hanya menambahkan kata benda plural setelah nama kota asal klub tersebut, seperti Houston Rockets, New York Knicks, New England Patriots, Seattle Mariners, Los Angeles Dodgers, dan sebagainya. Bahkan ada yang hanya ‘me-noun-kan’ tahun berdirinya klub tersebut, sepeti Philadelphia Seventy-sixers. Sistem seperti ini terbukti enak didengar, catchy, menjual, dan kreatif. Mungkin bisa menjadi acuan bagi klub sepak bola Indonesia yang ingin menanggalkan nama “P”nya.
Namun tentunya tidak semudah itu untuk mengganti nama klub. Nama yang sudah ada sekarang memiliki muatan sejarah panjang, yang juga, bagi beberapa klub, dibarengi dengan prestasi. Perlu adanya konsolidasi dari berbagai pihak mulai dari pengurus, perwakilan fans, para sesepuh klub, bahkan pemain dan pelatih, sebelum mengganti nama klub. Pro dan kontra mungkin saja muncul jika ada rencana penggantian nama klub. Namun yang perlu ditonjolkan adalah sisi positifnya, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Seandainya,, *’seandainya’ loh.. suatu saat nanti, komentator Liga Indonesia membuka siaran langsung seperti ini:
“Kembali lagi dalam SUPER BIGMATCH Djarum Indonesia Super League,, langsung dari Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan,, duel klasik antara JAKARTA TIGERS melawan BANDUNG LIONS,,”
‘kan keren tuh..! iya ga?? hehehehehe..
Maju Terus Sepak Bola Indonesia!!!
:D