Monday, January 30, 2012

Persija vs Persib Dari Sisi 'Keramaian' Kostum

Duel klasik antara Persija vs Persib edisi pertama di Indonesian Super League (ISL) 2011/2012 telah berakhir semalam (29/1). Maung Bandung yang sebelumnya tidak pernah berhasil menundukkan Macan Kemayoran di Stadion Jalak Harupat, akhirnya keluar sebagai pemenang berkat gol tunggal Miljan Radovic dari titik putih di pertengahan babak pertama. Bagi saya yang merupakan pendukung Persija, hasil tersebut tentu mengecewakan, mengingat dalam pertandingan tersebut Persija berhasil menekan Persib. Sayangnya, serangan-serangan yang dibangun oleh Robertino Pugilara cs. tidak menemui hasil dikarenakan penyelesaian yang buruk dari lini depan Persija. Well, setidaknya kekalahan tersebut mampu menjadi pelajaran berharga bagi para penyerang Persija supaya lebih tajam di pertandingan-pertandingan berikutnya. Namun, posting saya kali ini tidak akan membahas lebih dalam tentang jalannya pertandingan semalam.

sumber: http://www.tribunnews.com
Saya akan membahas mengenai salah satu hal yang menjadi unsur persaingan antara Persija dengan Persib. Berbicara tentang persaingan kedua klub tersebut, perhatian anda mungkin akan tertuju pada perselisihan antara kelompok pendukung Persija yakni The Jakmania dengan kelompok pendukung Persib yaitu Viking atau Bobotoh. Untuk membahas hal tersebut, saya harus menempatkan diri di posisi netral dengan tidak memihak salah satu kubu. Fakta bahwa Persija baru saja dikalahkan Persib semalam membuat saya tidak bisa memposisikan diri saya di tengah-tengah. Maka bahasan dalam posting ini akan saya buat dari sudut pandang saya sebagai pendukung Persija.

Dari pertandingan tadi malam, selain kekalahan dari sisi hasil akhir, bagi saya Persija juga mengalami “kekalahan” dalam hal lain. Ketika para pemain dari kedua tim berbaris di tengah lapangan untuk memberi sambutan kepada penonton, saya melihat perbedaan yang menurut saya cukup mencolok. Perbedaan tersebut terletak pada kostum yang dikenakan kedua tim, namun tentunya bukan dari segi warna ataupun design melainkan dari sisi ‘keramaian’ kostum. Tampak bahwa kostum Persija terlihat ‘sepi’ jika dibandingkan dengan kostum Persib yang dipenuhi logo dari sponsor yang terpampang baik di bagian depan, samping lengan maupun belakang.

sumber: http://www.botn.or.id
Keberhasilan Persib memenuhi kostumnya dengan sponsor menandakan bahwa mereka memiliki nilai jual yang mampu mereka manfaatkan untuk mendulang dana. Hal tersebut memunculkan anggapan dalam benak saya bahwa nilai jual Persib lebih tinggi dari Persija. Mengapa demikian?





sumber: http://www.persibholic.com
Seperti yang kita tahu, penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pendanaan klub sepak bola di Indonesia sudah dilarang oleh Menteri Dalam Negeri. Artinya, klub tidak boleh lagi menggunakan dana Pemerintah Daerah dalam mengarungi kompetisi yang diikutinya. Klub harus mampu mandiri secara finansial, dalam artian, mereka harus bisa mencari modal sendiri untuk mengikuti kompetisi. Dalam industri sepak bola, ada 3 sumber pendapatan yang bisa dimaksimalisasi oleh klub, yaitu matchday ticketing yang didapat melalui hasil penjualan tiket pertandingan bagi tim kandang, lalu broadcasting rights yang diperoleh dari kontrak hak siar pertandingan dengan pihak televisi yang menayangkan pertandingan klub, dan yang terakhir marketing yang didapat melalui maksimalisasi nilai jual klub, baik melalui penjualan merchandise resmi maupun kerjasama sponsorship. Dalam konteks ini, terlihat keunggulan Persib atas Persija dari sisi marketing.

Logo sponsor yang dipampang di kostum merupakan bentuk kontrapretasi dari kerjasama sponsorship yang pada umumnya bernilai tinggi.  Sejak musim kompetisi 2009-2010, Persib terus menghiasi kostumnya dengan logo sponsor yang berbeda. Persija, sejak musim 2008-2009 (musim pertama ISL) hingga musim 2010-2011 selalu memampang logo bank daerah tempat klub kebanggaan warga Jakarta tersebut bernaung. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sponsor dari bank daerah merupakan suatu bentuk excuse dari penggunaan dana APBD, mengingat dana APBD senantiasa disimpan di rekening bank daerah tersebut.

Fakta di atas menimbulkan kekecewaan tersendiri bagi saya yang merupakan warga Jakarta dan pendukung Persija. Apa yang kurang dari Jakarta dan Persija? Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang juga merupakan pusat industri, perdagangan dan perekonomian. Dengan status tersebut, tidak heran jika Jakarta menjadi lahan bisnis yang menguntungkan bagi para pelaku industri baik lokal maupun asing. Nyatanya, banyak perusahaan-peusahaan besar yang mendirikan basisnya di Jakarta. Sementara Persija merupakan klub dengan sejarah panjang yang diiringi dengan prestasi. Klub ini senantiasa menjadi tempat bernaung bagi pemain-pemain berkualitas, khususnya di level nasional. Loyalitas dan totalitas pendukungnya pun tidak perlu dipertanyakan lagi. Dengan jumlah pendukung yang besar baik yang resmi maupun yang hanya simpatisan, The Jakmania akan selalu berada di belakang para punggawa Persija kapanpun, dimanapun, dalam situasi apapun.

Tetapi kenyataannya, perusahaan-perusahaan yang berdomisili di Jakarta masih enggan berinvestasi di Persija dalam bentuk sponsorship. Nama besar Persija masih belum mampu meyakinkan para investor untuk menandatangani deal kerjasama. Menurut saya, hal tersebut terjadi atas pengaruh yang diberikan oleh para stakeholder Persija terhadap Persija itu sendiri, baik para pemain, pelatih, ofisial, pengurus, juga para pendukung setia Persija.

sumber: http://forzapersija.com
Meskipun mungkin terdengar sepele, namun unsur persaingan yang timbul dari lebih ‘ramai’nya kostum Persib dibanding Persija menandakan bahwa dalam hal tertentu, Persib memiliki keunggulan atas Persija. Sebagai pendukung Persija, saya tidak ingin Persija terus berada dalam posisi tertinggal, meskipun tindakan nyata saya untuk mendukung Persija dalam konteks persaingan ini baru berupa posting ini. Saya yakin, jajaran pengurus Persija sadar akan hal ini dan sekarang sedang berupaya untuk memaksimalkan nilai jual Persija kepada para calon sponsor. Tentunya saya akan selalu mendukung upaya tersebut.

Posting ini hanya bentuk ejawantah dari benak saya, tanpa ada maksud untuk menggiring opini. Namun saya tetap berharap posting ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi anda para pembaca.

Salam jempol telunjuk.

Sunday, January 15, 2012

Perbaikan Kualitas Wasit dan Hakim Garis di Indonesia





Blogpost saya kali ini akan membahas mengenai kurang baiknya kualitas wasit Indonesia. Membaca kalimat sebelumnya, beberapa dari anda mungkin sudah tidak heran lagi akan fakta yang saya apungkan, dan anggapan beberapa dari anda mungkin langsung tertuju pada praktik mafia wasit. Pihak/klub yang mampu memberi ‘insentif tambahan’ bagi si wasit maka pihak/klub tersebut akan mendapat ‘servis’ lebih dari si wasit. Tahun lalu, majalah Tempo pernah membahas masalah ini. Namun, saya akan mencoba untuk memberi pandangan yang lebih positif dengan mengacuhkan indikasi tersebut dalam pembahasan saya.



Dari beberapa pertandingan Liga Super Indonesia (LSI) yang saya saksikan melalui layar ANTv, sering saya lihat ada banyak keputusan-keputusan wasit, mulai dari yang cukup hingga yang sangat kontroversial. Kebanyakan dari keputusan kontroversial tersebut menguntungkan tim tuan rumah. Tidak jarang ada pelanggaran keras yang dibiarkan atau aksi diving yang keputusannya justru menguntungkan si pelaku. Meskipun melalui tayangan replay, keputusan kontroversial seperti pelanggaran, pemberian penalti atau pemberian hukuman kartu memang masih dapat diperdebatkan. Namun, keputusan yang dengan jelas terlihat salah melalui tayangan replay, yang juga cukup sering terjadi adalah hukuman offside. Hal tersebut yang memotivasi saya menulis blogpost ini, tepatnya ketika menyaksikan pertandingan Mitra Kukar vs Persib Bandung kemarin (14/1). Di babak pertama, pemain Persib Aliyudin dianggap offside. Di babak kedua giliran M. Ilham yang diganjar offside. Padahal melalui tayangan ulang, sangat jelas terlihat mereka berada dalam posisi onside. Padahal sehari sebelumnya di pertandingan Persisam vs Pelita Jaya, hakim garis mampu menjalankan tugasnya dengan cukup baik.



Keputusan kontoversial yang sering terjadi, secara tidak langsung akan membentuk mentalitas pemain yang negatif. Wasit yang membiarkan atau tidak memberikan hukuman atau peringatan terhadap pelanggaran keras akan membentuk watak pemain yang cenderung kasar. Hal ini tentu tidak mengindahkan fungsi wasit selain memimpin pertandingan, yaitu melindungi pemain yang bertanding. Selain itu, keputusan kontroversial juga akan menghalangi atau bahkan menghilangkan keunggulan teknis pemain juga kolektivitas tim. Bagi pemain yang mengandalkan kecepatan untuk menghindari perangkap offside, keunggulan tersebut akan sia-sia jika hakim garis kerap menghukum si pemain yang sudah susah payah dengan cerdik memperhitungkan pergerakannya dengan lini belakang lawan. Begitu juga bagi tim yang dalam strateginya sering memanfaatkan aturan inactive offside position, jika strategi tersebut kerap dimentahkan oleh hakim garis yang tampak belum memahami aturan tersebut. Sementara bagi lini pertahanan yang sudah susah payah melatih taktik offside trap, hal tersebut akan sia-sia jika hakim garis sering meloloskan pemain lawan yang jelas-jelas berada dalam posisi offside.

 
Tanpa disadari, hal tersebut akan berujung pada mentalitas dan kualitas strategi bermain Tim Nasional kita, terutama ketika menghadapi tim-tim dari luar region Asia Tenggara. Yang menurut saya paling tampak adalah sektor pertahanan, di mana tidak ada koordinasi yang baik dalam membangun dan menetapkan garis pertahanan terakhir, sehingga di Putaran ke-3 Kualifikasi Piala Dunia 2014, kita menjadi bulan-bulanan Iran, Bahrain dan Qatar. Bisa jadi, hal tersebut dikarenakan pemain bertahan kita terbiasa dengan ‘bantuan’ yang diberikan oleh hakim garis selama bermain di LSI. Sementara perbedaan postur tubuh sudah tidak bisa dijadikan alasan (Khalfan Ibrahim (Qatar), dengan tinggi 169cm mampu menjebol gawang Indonesia sebanyak 3 kali dalam 2 pertemuan).

Sangat disayangkan, belum ada koordinasi dari pihak PSSI sebagai induk sepak bola nasional, PT. Liga Indonesia sebagai penyelenggara LSI dan pihak ANTv sebagai saluran yang menayangkan pertandingan-pertandingan LSI, untuk mengevaluasi kinerja wasit melalui rekaman pertandingan. Padahal, bukti rekaman pertandingan seharusnya bisa digunakan tidak hanya untuk menghukum tindakan-tindakan pemain yang melanggar sportivitas, namun bisa juga untuk menilai kualitas kepemimpinan wasit. Rekaman pertandingan tersebut dapat menjadi tolok ukur apakah seorang wasit dan hakim garis mampu memimpin jalannya pertandingan dengan keputusan-keputusan yang fair atau tidak. Hal tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan apakah wasit dan hakim garis tersebut masih layak memimpin pertandingan atau tidak.

Sebagai pembanding, di musim 2009/2010 lalu, PT. Liga Indonesia pernah melakukan eksperimen dengan mengundang wasit dari Malaysia untuk memimpin pertandingan LSI. Meski hanya untuk beberapa waktu, namun kualitas yang ditunjukkan wasit-wasit dari negara tetangga bisa dibilang lebih baik daripada wasit-wasit lokal. Hal yang seharusnya bisa dijadikan pelajaran oleh wasit-wasit lokal, nyatanya tidak menemui hasil yang positif seiring masih banyak muncul keputusan-keputusan yang memihak di pertandingan-pertandingan LSI.


Maka tidak heran jika wasit-wasit dari Indonesia sangat jarang yang ditunjuk untuk memimpin pertandingan antarklub internasional atau dalam kompetisi antarnegara yang tidak diikuti oleh Indonesia. Sementara wasit asal Singapura saja pernah menjadi bagian dari korps baju hitam di pentas Piala Dunia 2006.

Alangkah baiknya jika tayangan-tayangan dari siaran langsung pertandingan LSI dijadikan bukti guna mengevaluasi kinerja wasit. Karena salah satu komponen dari suatu kompetisi sepak bola profesional yang baik adalah aspek fair play yang dijunjung tinggi. Yang paling berperan dalam hal tersebut adalah wasit yang memimpin jalannya pertandingan. Demi peningkatan kualitas kompetisi dan kemajuan sepak bola negeri kita, butuh kontribusi yang maksimal dari berbagai pihak yang terkait, terutama yang menyangkut masalah teknis. Sehingga tidak akan ada lagi tindakan-tindakan seperti ini:


MAJU TERUS SEPAK BOLA INDONESIA!!

see also : Offside