Friday, August 19, 2011

Nicknames – Tradisi Unik Sepak bola Brazil


Brazilians are obsessed with football, while the rest of the world is obsessed with Brazilian football.

Berbicara tentang Brazil, topik pembicaraan tidak akan jauh dari pantai-karnaval Rio, wanita-wanita seksi berbikini, dan sepak bola. Khusus untuk topik terakhir, negara yang terletak di benua Amerika Selatan ini adalah jagonya. Sepak bola di Brazil sudah bukan hanya sekedar cabang olah raga, namun sudah menjadi kultur yang melekat dalam diri masyarakatnya, seperti yang diceritakan oleh Alex Bellos dalam bukunya yang berjudul Futebol: The Brazilian Way of Life. Dari situlah datangnya prestasi Brazil menjadi negara paling sukses di ajang Piala Dunia. Tidak pernah absen dalam 20 penyelenggaraan dari 1930 sampai 2014 dengan menggenggam 5 gelar juara, adalah buktinya.

Fakta di atas membuat Brazil memiliki sumber daya sepak bola yang melimpah. Hampir setiap bocah laki-laki di Brazil memainkan olah raga ini, baik di jalan-jalan sempit favela (pemukiman kumuh) atau di lapangan hijau. Hal tersebut membuat Brazil mampu mencetak pemain-pemain bertalenta tinggi dengan gaya permainan khas jogo bonito (permainan indah). Penyebaran pemain Brazil di berbagai negara di dunia menempatkan Brazil sebagai negara ke-2 terbanyak dalam hal ekspor pemain sepak bola di bawah Argentina. Dari gemerlapnya Liga Primer Inggris hingga karut marutnya Liga Super Indonesia, kita bisa melihat aksi pemain Brazil di dalamnya. Berbicara tentang pemain sepak bola Brazil, ada fakta unik yang muncul dan sudah menjadi tradisi tersendiri. Tradisi tersebut terkait dengan nama mereka.


Tidak sedikit pemain asal Brazil yang lebih kita kenal dengan nama panggilan atau nickname-nya. Di balik penggunaan nickname tersebut, banyak terdapat cerita unik mulai dari yang simple, sarkastis, insidental, hingga historik. Yang simple contohnya adalah dengan menyambungkan kata –inho di belakang nama asli si pemain, di mana “inho” sendiri berarti “kecil”. Robson de Souza terkenal dengan panggilan Robinho, yang berarti “Robson kecil”, begitu juga dengan Ronaldo de Assis Moreira yang lebih dikenal sebagai Ronaldinho (Ronaldo kecil).

Mengapa banyak pemain Brazil yang lebih memilih menggunakan nama panggilan daripada nama aslinya? Jawaban paling umum adalah karena nama asli mereka kerap dirasa terlalu panjang. Mereka memilih nama panggilan yang lebih pendek dan mudah diingat seperti Ricardo Izecson Santos Leite sebagai Kaká, Valdir Pereira sebagai Didi, Edvaldo Izidio Neto sebagai Vava, Lenardo de Deus Santos sebagai Dede dan Nelson de Jesus Silva sebagai Dida.



Bagi sebagian pecinta bola, nama Edson Arantes do Nascimento terdengar kurang familiar. Padahal si empunya nama adalah legenda hidup, tidak hanya bagi sepak bola Brazil, tetapi juga bagi dunia sepak bola secara keseluruhan. Ia merupakan pemain termuda yang pernah mencetak gol di partai final Piala Dunia, di mana ia pernah menjuarai ajang tersebut sebanyak 3 kali. Sepanjang karirnya, ia telah membukukan lebih dari 1000 gol baik di level klub maupun tim nasional. Dialah legenda yang mempopulerkan nomor punggung 10 sebagai nomor punggung yang dikhususkan bagi pemain-pemain bertalenta tinggi dalam sebuah tim sepak bola. Ketika kecil, ayah Edson yang juga pemain sepak bola, sering mengajak Edson menonton dirinya bertanding. Ketika itu, ayah Edson bermain bersama seorang penjaga gawang bernama panggilan Bilé. Ketika menonton, Edson kecil kerap berteriak “Bilé!” ketika si kiper melakukan penyelamatan. Orang-orang di sekitar Edson kecil salah mendengar teriakan tersebut sebagai “Pelé!”. Maka dipakailah sebutan yang sebetulnya berasal dari salah dengar itu sebagai nama panggilan sang legenda, Pelé.

Manoel dos Santos, pemain kelahiran Pau Grande, Brazil, juga merupakan legenda tim seleção yang memiliki cerita unik di balik nama panggilannya. Postur Manoel yang pendek-kurus dengan kaki yang lebih panjang sebelah dan kulit cokelat gelap, dilihat oleh kakaknya mirip dengan spesies burung khas Pau Grande. Nama burung tersebut yang akhirnya identik dengan pemain hebat yang mendunia di Piala Dunia 1962 dengan sebutan Garrincha.

Carlos Caetano Bledorn Verri, kapten Brazil ketika menjuarai Piala Dunia 1994, diberi julukan unik oleh pamannya dengan merujuk pada tokoh kurcaci Dopey dari film Snow White and the Seven Dwarfs, yang di Brazil disebut Dunga. Sementara Marcos Andre Batista Santos, memakai nickname berdasarkan gabungan dari ejekan teman-temannya semasa sekolah. Kulitnya yang hitam dan permainannya yang “kejam” terhadap pemain belakang lawan membuatnya dijuluki Capeta (Iblis). Namun ketika dalam sebuah pertandingan si Iblis harus kehilangan dua gigi depannya akibat bertabrakan dengan pemain lawan, julukannya berubah menjadi Vampiro (Vampir). Ketika ia terjun ke dunia sepak bola profesional, di mana ia turut menjadi bagian dari tim juara Piala Dunia 2002, ia menggabungkan julukan Vampiro dan Capeta dan menggunakan nama Vampeta. Ada juga Edinaldo Batista Libanio, yang diberi julukan berdasarkan bentuk kakinya yang ramping seperti pensil, sehingga ia lebih dikenal sebagai Grafite. Sementara karena bentuk tubuhnya yang kekar dan besar, Givanildo Vieira de Souza dijuluki dan menggunakan panggilan Hulk.


Beberapa pemain terkenal Brazil menggunakan unsur asal-usulnya dalam nama panggilannya. Alexandre Rodrigues Silva yang berasal dari daerah Pato Branco, dikenal dengan nama Alexandre Pato. Adapun Antonio Augusto Ribeiro Reis Junior, pemain kelahiran wilayah Pernambuco yang terkenal dengan eksekusi tendangan bebasnya yang mematikan, dikenal dengan nickname Juninho Pernambucano. Sementara Osvaldo Giroldo Junior yang berasal dari daerah Paulista, dikenal dengan panggilan Juninho Paulista. Ada juga Alexandro Silva de Sousa, pemain kelahiran Ceará, terkenal dengan nama Dudu Cearense.


Lebih unik lagi, ada beberapa pemain semenjana Brazil yang menggunakan nama binatang sebagai nickname-nya seperti Pavao (burung merak), Claudio Pitbull, Edson Cegonha (burung bangau), Eduardo Ratinho (tikus kecil), Aranha (laba-laba) hingga Paulo Henrique Ganso (bebek soang). Ada juga yang menggunakan nama benda seperti Valdir Papel (kertas), Viola (biola), hingga Balao (balon). Yang lebih lucu lagi, nama makanan juga dijadikan sebagai nickname oleh Ademir Sopa (sup), Eduardo Arroz (nasi), dan Triguinho (tepung terigu-kecil).

Itulah Brazil, banyak tradisi dan sejarah unik yang menaungi sepak bola di negera bekas jajahan bangsa Portugis ini. Selain permainan cantik dan talenta-talenta berbakatnya, keunikan nama pemain juga menjadi ciri khas sepak bola Brazil. Nickname yang digunakan oleh pemain-pemain Brazil kini menjadi “nama panggung” mereka di dunia sepak bola.

Pemain-pemain Indonesia juga sebetulnya bisa menggunakan nama panggilan sebagai “nama panggung” mereka. Almarhum Abdul Kadir bisa saja menggunakan nama panggilan Kancil ketika dulu ia bermain. Mungkin Bepe (Bambang Pamungkas), Boci (Boaz Solossa), Keceng (Arif Suyono), Kacung (Taufik Kasrun), Popon (Ponaryo Astaman), Sajojo (Ortizan Solossa), Vava (Nova Arianto), Jepang (Agus Indra Kurniawan), atau Kurus (Kurniawan Dwi Yulianto) berminat? Yang pasti, penulis sudah sering menggunakan “sistem” tersebut >> Ajay (Pramuaji) :D

Ciao!

Tuesday, August 16, 2011

Offside

Known as fuera del juego in Spain. In Italy it’s called fuorigioco. But in a most common football language, it is known as offside.


“What is an offside rule?” “Why did he get caught in an offside position?” “Could you explain the offside rule?”
For some football-crazies, those questions and its kind could be disturbing, especially if it asked in the middle of a match. Why? Well, the simple answer is because offside rule is very complicated! To explain the rule thoroughly and comprehensively, oral explanation won’t be enough. You’ll need a sketch explanation, drawings, or even practical explanation to describe this rule.

Theoretically, a player is regarded as in an offside position if: he is nearer to his opponents’ goal line than both the ball and the second-last opponent. Sounds simple, right?

But practically, it is NOT as simple as that explanation. The application of the rule involving the time when the ball is kicked by a teammate, the position of the attacking players, the direction of the ball when it’s kicked, the interference of play from the attacking players, which part of field of play, and so on. This rule is also based on the referee’s judgment. The rule itself has gone through several improvements and changes. On 2005, International Football Association Board (IFAB) included new set of terms and conditions regarding the rule.

Doesn’t sound simple anymore, eh? Well, I’m not going to explain the rule on this blog post. So, if you want to know it, go check: http://www.offside-ref.co.uk/laws/11-offside-rule/detailed/
"The offside rule enhances the perception of space. It focuses the player's mind on finding just the right moment to move."- Arsene Wenger
For some people, the rule seems to make the game boring. It is also responsible for making goal-less matches. Picture the game without offside rule we could see more goals scored (not really bad, though). But it would be a goal-to-goal match. The players would stuff the goal area waiting for the ball.
“Without offside, the game would be stupid. The offside rule made this game very intelligent.”- Michel Platini.
However, the rule brings evolution to the game. It challenges the players, whether offence or defense, to be more creative and more aware of his/her surroundings. For the attacking players, they have to be more thoughtful before making the decision to attack. They have to make the right timing to move or pass the ball, while paying attention to the opponent’s defense. For the defensive players, they have to cooperate well with their teammates in order to prevent their side from conceding a goal by utilizing the rule. That’s why football needs this rule. It carries out the players’ creativity, and brings more excitement for the viewers.
"It forces the player to use his intelligence, you always have to look out, it gives the defense a chance."- Brigit Prinz.
"It can support creativity as long as you know how to use it."- Franz Beckenbauer.

For those who know the rule, it sounds easy to judge a player to be in an offside position, whether for the spectators when they’re watching a game or for the players when they’re playing it. But if they were in the position of the linesmen, trust me it is very hard to officiate the rule. The referee depends greatly on the linesmen, while the linesmen have very limited eyesight. The linesmen have need to keep up with attacks and counter-attacks, consider which players are in an offside position when the ball is played, and then determine whether and when the offside-positioned players become involved in active play. So, it’s not wise to underestimate the linesmen’s responsibility or blame them for their misjudgment.

"Offside rule is good as far as creative play is concerned. It brings creativity and imagination to the game."- Kaka
For those who are annoyed by the questions asked regarding the offside rule, here’s the simplest and most convincing answer you can use. Quoting John Cleese from the documentary The Art of Soccer:
"A player is offside, when the linesman puts his flag up"
Ciao!